"Mata ini lapar Jendral!"
"Perut ini ngantuk Jendral!!"
Gitu ya kira-kira sepotong dialog film Penghianatan G 30 SPKI yg diputar tiap tahun sebelum hari peringatan di TV nasional?.
Bagi saya yang waktu itu masih kecil, malam penayangan film itu bagaikan sebuah momok yang bahkan lebih menakutkan dari film Suzana, atau Brama kumbara aka Saur Sepuh. Ditambah lagi Setiap malam tayang film itu, sanak saudara berkumpul di depan tv, sehingga posisi saya yg masih seorang bocah kecil tidak ada kuasa untuk mematikan tv, jangankan mematikan tv, mengganti Channel tv pun tidak mungkin karena satu-satunya siaran yang bisa masuk ke kampungku dulu hanya siaran TVRI. Jadi kala itu, yang bisa saya lakukan untuk menyelamatkan diri dari siksaan film tersebut hanyalah pasrah dan ngumpet di dalam kamar dengan membekap bantal di telinga sambil meracau sendiri untuk mengalihkan suara yang masuk telinga hingga akhirnya saya tertidur dengan sendirinya.
Kemudian keesokann harinya, saya jumpai teman-teman atau sanak saudara sedang membahas potongan-potongan film tersebut dengan nada cerita berapi-api sambil sesekali menyisipkan raut muka ngeri. Sedangkan saya yang seorang bocah penakut cuma bisa mendengarkan pengalaman mereka nonton tanpa bisa berkomentar apapun.
Alhamdulillah, setelah zaman Berganti, saya nggak perlu sibuk mencari tempat ngumpet dari rongrongan malam tayang film tersebut. Meskipun sudah setua ini pun, kalau ditawari nobar film tersebut, maka saya masih bersikukuh ogah ikut nonton kecuali kalau ada yang mau membayar saya dengan harga yang mahal. Hehehehe
Sekarang, masihkah film tersebut ditayangkan di TV Nasional atau adakah TV swasta yang menayangkannya?. Semoga anak-anak kecil dan anak -anak sekolah tidak mendapat suguhan film sadis atau semacam itu lagi yang bisa memberi dampak negatif dan trauma ke masa depan mereka meski dengan embel-embel pendidikan sejarah, dan sebagainya.
"Perut ini ngantuk Jendral!!"
Gitu ya kira-kira sepotong dialog film Penghianatan G 30 SPKI yg diputar tiap tahun sebelum hari peringatan di TV nasional?.
Bagi saya yang waktu itu masih kecil, malam penayangan film itu bagaikan sebuah momok yang bahkan lebih menakutkan dari film Suzana, atau Brama kumbara aka Saur Sepuh. Ditambah lagi Setiap malam tayang film itu, sanak saudara berkumpul di depan tv, sehingga posisi saya yg masih seorang bocah kecil tidak ada kuasa untuk mematikan tv, jangankan mematikan tv, mengganti Channel tv pun tidak mungkin karena satu-satunya siaran yang bisa masuk ke kampungku dulu hanya siaran TVRI. Jadi kala itu, yang bisa saya lakukan untuk menyelamatkan diri dari siksaan film tersebut hanyalah pasrah dan ngumpet di dalam kamar dengan membekap bantal di telinga sambil meracau sendiri untuk mengalihkan suara yang masuk telinga hingga akhirnya saya tertidur dengan sendirinya.
Kemudian keesokann harinya, saya jumpai teman-teman atau sanak saudara sedang membahas potongan-potongan film tersebut dengan nada cerita berapi-api sambil sesekali menyisipkan raut muka ngeri. Sedangkan saya yang seorang bocah penakut cuma bisa mendengarkan pengalaman mereka nonton tanpa bisa berkomentar apapun.
Alhamdulillah, setelah zaman Berganti, saya nggak perlu sibuk mencari tempat ngumpet dari rongrongan malam tayang film tersebut. Meskipun sudah setua ini pun, kalau ditawari nobar film tersebut, maka saya masih bersikukuh ogah ikut nonton kecuali kalau ada yang mau membayar saya dengan harga yang mahal. Hehehehe
Sekarang, masihkah film tersebut ditayangkan di TV Nasional atau adakah TV swasta yang menayangkannya?. Semoga anak-anak kecil dan anak -anak sekolah tidak mendapat suguhan film sadis atau semacam itu lagi yang bisa memberi dampak negatif dan trauma ke masa depan mereka meski dengan embel-embel pendidikan sejarah, dan sebagainya.