Kira-kira pada pukul tiga dini hari,
kami berempat memutuskan berangkat menuju Masjid Nabawi. Pak Haji, begitu sapaan
akrab untuk pembimbing umrah kelompok kami rupanya sudah menunggu kami berempat di
depan hotel, siap membimbing kami menuju Masjid Nabawi. Pak Haji mengingatkan
bahwa Masjid Nabawi yang sangat luas ini
memiliki 24 pintu masuk ke gerbang! Yaitu 8 pintu di bagian timur, 8 pintu bagian
barat, 4 pintu bagian utara, 4 pintu bagian selatan. Pintu yang menghubungkan
hotel Sama silver dengan Masjid Nabawi adalah pintu gerabang No.6. Pak
Haji berkali-kali mengingatkan kami supaya kamii jangan sampai lupa nomor
gerbang. Karena kalau sampai salah memilih pintu gerbang, urusan akan runyam. Jalan menuju Pintu
gerbang nomor 6 sedikit remang. Di sana sini berserakan terpal dagang menyelimuti
pinggiran jalan mirip sebuah pasar. Di Jalan itu tampak dua orang penduduk lokal
dengan suara lantang menawarkan mushab Qur’an kepada setiap orang yang
melintas.
Akhirnya
kami melewati gerbang yang sangat megah dengan tulisan No. 6 di atasnya sebagai
penanda. Lantai pelataran Masjid Nabawi bagaikan lantai di mall, mengkilat dan
bersih walaupun selalu diinjak oleh alas kaki ribuan jama’ah. Saat itu langit
masih gelap, tapi lampu-lampu masjid yang indah laksana gelas-gelas kristal
gemerlap menerangi seantero isii masjid sesuai dengan namanya “Madina Al
Munawwarah”, yaitu kota yang bercahaya. Di dinding-dinding dan tiang-tiang masjid bertuliskan indahnya
Asmaul husna dan rangkaian ayat-ayat Quran. Payung payung raksasa sebagaimana
yang biasa saya lihat lewat tv parabola di rumah, sekarang bisa saya saksikan
sendiri, berdiri gagah di depan mata kepala saya. Jumlahnya ratusan dan satu
sama lain mekar saling berdekatan. Bahkan payung-payung raksasa itu disetting
kapan mereka kuncup dan kapan waktu membentang.
Seperti ribuan jamur raksasa memenuhi masjid. Rasanya saya bagai sedang berjalan di dalam
mimpi, hampir-hampir saya tidak percaya bahwa saya diizinkan Allah SWT memasuki
tempat 1000 pahala. Mungkin agak sedikit ‘lebay’, tapi saya diam-diam mencubit
kulit tangan saya sendiri untuk memastikan bahwa saya tidak sedang bermimpi.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda:
صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
“Shalat di masjidku ini lebih baik daripada 1000 shalat di tempat lain, kecuali di Masjid Al-Haram.” (HR. Muslim no. 1394).
صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
“Shalat di masjidku ini lebih baik daripada 1000 shalat di tempat lain, kecuali di Masjid Al-Haram.” (HR. Muslim no. 1394).
Masjid
Nabawi adalah masjid terindah yang pernah saya masuki seumur hidup ini. Karena untuk pertama kalinya kami tiba di
masjid, itupun pada dini hari buta,
beberapa petugas kebersihan nampak di sekitar pelataran masjid. Pemandangan yang
lebih mengagumkan adalah alat yang mereka gunakan untuk membersihkan lantai
bukan sekedar alat pel sederhana, tapi berupa kendaraan seperti mobil golf yang
dibawahnya terdapat kain dan sikat untuk menyikat dan membersihkan lantai
dengan efisien dan cepat. Benar-benar mengagumkan. Pelataran Masjid nabawi yang
begitu lebar dan langit malam yang mesih gelap membuat seolah masjid ini tak memiliki ujung. Udara
dingin di kota Madinah menyambut kedatangan kami, mengembuskan udara musim dingin kedalam tulang-tulang sumsum. Alhamdulillah kami
memang sudah bersiap-siap dari tanah air untuk menghadapi terpaan musim dingin
di Madinah dan Mekah. Suhu udara di applikasi ponsel menunjukkan 19 derajat celcius, ku rapatkan jaket sambil
memeluk tas kecil berisi perlengkapan sholat. Pintu utara masjid Nabawi semakin tampak dekat. Di salah satu
pintu yang ditutup berlapiskan warna
keemasan dan berukirkan nama Allah
SWT dan Muhammad SAW. Para jamaah shalat
dari berbagai negara dan kami berempat
menuju pintu-pintu yang terbuka lebar. Setiap pintu di jaga sangat ketat oleh beberapa petugas masjid yang berpakaian dan bercadar serba hitam. Mereka
melaksanakan tugas dengan memeriksa isi
kantong tas milik setiap jamaah yang
melewati pintu-pintu masjid. Setiap isi kantong tas dan kantong alas kaki
diperiksa dan diraba. Kamera dilarang untuk di bawa masuk ke dalam masjid, tapi herannya, handphone boleh dibawa masuk padahal handphone atau smartphone.juga terdapat fungsi kamera. Celakanya, di dalam kantong tas saya ada handycam terbalut sajadah tebal. Petugas-petugas perempuan itu bisa saja
menolak saya masuk dengan handycam di dalam tas. Tangan-tangan perempuan itu
meraba-raba isi dalam tas, lalu
menariknya lagi, dan
mempersilahkan saya masuk. Alhamdulillah, artinya handycam di dalam tas tidak
ketahuan. Tapi kawan satu kamar kami
sempat ditolak masuk patugas karena digital cameranya tertangkap petugas wanita,
terpaksa dia saya tarik keluar antrian masuk dan menyembunyikan kamera ke dalam
tempat yang lebih dalam di dalam kantong tas. Saya pikir lebih baik begitu,
dari pada kami harus kembali ke maktab hanya untuk meletakkan kamera.
Alhamdulillah ibu itu akhirnya lolos pemeriksaan juga.
Begitu
memasuki masjid Nabawi, terhampar luas karpet-karpet indah berwarna merah tua.
Ribuan pilar bergaya khas Nabawi berjejer di sepanjang ruangan seolah
pintu-pintu pilar tersebut tiada berujung. Maka tidak lah heran, bahwa keindahan
gaya arsitektur Masjid Nabawi sampai dibawa ke Turki hingga ke Masjid Cordoba yang ada di Spanyol. Shaf shalat wanita di seberang pintu sudah penuh, maka kami mencari di
shaf agak kedepan. Kondisinya pun hampir
sama, shaf sudah penuh. Terpaksa kami berempat menyelinap di antara shaf orang-orang asing. Kebanyakan usia jamaah adalah 50 tahun ke atas, termasuk di
depan kami jamaah wanita asal Indonesia yang sudah berumur. Rak-rak berisi
Mushab Alquran tersedia di setiap
sudut dan tiang-tiang penyangga Masjid, membebaskan siapa saja yang ingin
mengaji. Tips, saya untuk para calon jama’ah,
tidak perlu repot-repot membawa
mushab Alquran dari maktab, karena Mushab
sudah tersedia lengkap di dalam masjid. Kecuali kalau tidak kebagian
shaf di dalam Masjid dan terpaksa mengharuskan anda mengambil shaf di pelataran
Masjid, maka anda harus menyiapkan mushab sendiri. Selain itu, anda tidak perlu
repot-repot membawa botol minum dari maktab, karena sama seperti Mushab Alqur’an,
Pihak Masjid telah menyediakan galon-galon besar berisikan air zamzam di dalam Masjid lengkap dengan cup minum.
Bahkan di pelataran masjid, tersedia keran-keran air zamzam dan cup minum untuk siapa saja
yang membutuhkan minum, sehingga tidak perlu membawa botol minum sendiri. Para jama’ah juga bebas membawa
air zamzam ke dalam botol untuk di bawa pulang ke maktab.
Tips lainnya,
sebaiknya tidak membawa tas besar, apalagi kantong belanjaan ke dalam masjid,
karena pasti anda akan dilarang masuk oleh petugas. Apabila anda membawa kantong besar belanjaan,
sebaiknya bawa pulang belanjaan anda terlebih dahulu ke maktab masing-masing, baru setelahnya kembali
ke Masjid.
Pilar-pilar masjid Nabawi |
Di antara pilar-pilar yang cantik |
Kran air zamzam di pelataran masjid Nabawi |
Masjid
Nabawi bukan hanya masjid yang menonjolkan keindahannya, tapi juga tekhnologi
yang tinggi. Contohnya seperti Kubah dan payung di pelataran. Kubah yang tampak menawan dari luar tidak
hanya memiliki fungsi sebagai keindahan. Kubah itu ternyata berfungsi juga
sebagai pengatur sirkulasi udara di dalam Masjid. Pada jam-jam tertentu, beberapa kubah akan
terbuka beberapa saat secara otomatis, kemudian akan menutup kembali. Buka dan
tutup kubah tersebut menjadi perhatian dan daya tarik tersendiri bagi para jama’ah
yang berada hanya di dalam Masjid. Begitu Kubah tiba-tiba terbuka perlahan,
suara gemuruh tanda kagum dari para jamaah terdengar pelan. Saya pun baru tahu ada pemandangan menarik
melihat terbukanya kubah tersebut pada
hari terakhir berada di Madinah. Selain berfungsi sebagai keindahan, buka-tutup
puluhan payung raksasa yang berada di pelataran berfungsi sebagai pelindung
dari panas dan cuaca bagi para jama’ah yang berada di pelataran, Sebagian
batang tubuh payung tersebut dipasang AC yang secara otomatis pula memancarkan
hawa dingin pada musing panas. Tidak bosan-bosannya kami berfoto selfie di
antara payung-payung yang sedang mekar di setiap sudut dan bagian pelataran.
Seolah di setiap sudut dan bagian pelataran memiliki fokus pemandangan yang
berbeda, padahal model payungnya ya sama saja.
Payung Raksasa Masjid Nabawi |
Payung Raksasa Masjid Nabawi |
Mejeng di antara Payung Raksasa Masjid Nabawi |
Payung Raksasa Masjid Nabawi |
Untuk
mengambil wudhu atau buang hajat ketika sedang berada di Masjid Nabawi,
sedikitnya ada 14 tempat atau posisi toilet di pelataran Masjid menyebar di
depan 24 pintu bagian Masjid. Ada petunjuk dan gambar yang jelas, antara Toilet wanita dan toilet pria.
Toilet di bangun di ground floor supaya tidak mengganggu pemandangan dan
menyebarkan bau. Ada tangga dan eskalator untuk menuju toilet ground floor 1
dan ground floor 2, serasa bagai mau pergi ke pertokoan saja. Toiletnya sangat bersih dan selalu ada petugas
kebersihan yang berjaga di sana, sehingga para jama’ah merasa nyaman saat
menggunakannya.
Jika
sebelum Azan, kita masih berada di maktab, maka jangan harap bisa mendapatkan
shaf di dalam Masjid, terpaksa harus menjadi bagian shaf di pelataran yang
sangat sejuk disertai angin yang kencang ketika musim dingin. Maka, saran saya
jika anda berencana umrah di bulan Desember sampai April, sebaiknya persiapkan
jaket yang tebal untuk dikenakan.
(Bersambung di
Perjalanan spiritual: Rafidhah/ Makam Nabi)