Kamis, 05 Februari 2015

Madinah Al Munawarrah


         Kira-kira pada pukul tiga dini hari, kami berempat memutuskan berangkat menuju Masjid Nabawi. Pak Haji, begitu sapaan akrab untuk pembimbing umrah kelompok kami  rupanya sudah menunggu kami berempat di depan hotel, siap membimbing kami menuju Masjid Nabawi. Pak Haji mengingatkan bahwa  Masjid Nabawi yang sangat luas ini memiliki 24 pintu masuk ke gerbang! Yaitu 8 pintu di bagian timur, 8 pintu bagian barat, 4 pintu bagian utara, 4 pintu bagian selatan. Pintu yang menghubungkan hotel Sama silver  dengan  Masjid Nabawi adalah pintu gerabang No.6. Pak Haji berkali-kali mengingatkan kami supaya kamii jangan sampai lupa nomor gerbang. Karena kalau sampai salah memilih pintu gerbang,  urusan akan runyam. Jalan menuju Pintu gerbang nomor 6 sedikit remang. Di sana sini berserakan terpal dagang menyelimuti pinggiran jalan mirip sebuah pasar. Di Jalan itu tampak dua orang penduduk lokal dengan suara lantang menawarkan mushab Qur’an kepada setiap orang yang melintas.

        Akhirnya kami melewati gerbang yang sangat megah dengan tulisan No. 6 di atasnya sebagai penanda. Lantai pelataran Masjid Nabawi bagaikan lantai di mall, mengkilat dan bersih walaupun selalu diinjak oleh alas kaki ribuan jama’ah. Saat itu langit masih gelap, tapi lampu-lampu masjid yang indah laksana gelas-gelas kristal gemerlap menerangi seantero isii masjid sesuai dengan namanya “Madina Al Munawwarah”, yaitu kota yang bercahaya. Di dinding-dinding dan  tiang-tiang masjid bertuliskan indahnya Asmaul husna dan rangkaian ayat-ayat Quran. Payung payung raksasa sebagaimana yang biasa saya lihat lewat tv parabola di rumah, sekarang bisa saya saksikan sendiri, berdiri gagah di depan mata kepala saya. Jumlahnya ratusan dan satu sama lain mekar saling berdekatan. Bahkan payung-payung raksasa itu disetting kapan mereka kuncup dan kapan waktu membentang.  Seperti ribuan jamur raksasa memenuhi masjid.  Rasanya saya bagai sedang berjalan di dalam mimpi, hampir-hampir saya tidak percaya bahwa saya diizinkan Allah SWT memasuki tempat 1000 pahala. Mungkin agak sedikit ‘lebay’, tapi saya diam-diam mencubit kulit tangan saya sendiri untuk memastikan bahwa saya tidak sedang bermimpi. 
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda:
صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
“Shalat di masjidku ini lebih baik daripada 1000 shalat di tempat lain, kecuali di Masjid Al-Haram.” (HR. Muslim no. 1394).







           Masjid Nabawi adalah masjid terindah yang pernah saya masuki seumur hidup ini.  Karena untuk pertama kalinya kami tiba di masjid, itupun  pada dini hari buta, beberapa petugas kebersihan nampak di sekitar pelataran masjid. Pemandangan yang lebih mengagumkan adalah alat yang mereka gunakan untuk membersihkan lantai bukan sekedar alat pel sederhana, tapi berupa kendaraan seperti mobil golf yang dibawahnya terdapat kain dan sikat untuk menyikat dan membersihkan lantai dengan efisien dan cepat. Benar-benar mengagumkan. Pelataran Masjid nabawi yang begitu lebar dan langit malam yang mesih gelap membuat  seolah masjid ini tak memiliki ujung. Udara dingin di kota Madinah menyambut kedatangan kami, mengembuskan udara  musim dingin kedalam  tulang-tulang sumsum. Alhamdulillah kami memang sudah bersiap-siap dari tanah air untuk menghadapi terpaan musim dingin di Madinah dan Mekah. Suhu udara di applikasi ponsel menunjukkan  19 derajat celcius, ku rapatkan jaket sambil memeluk tas kecil berisi perlengkapan sholat. Pintu utara masjid  Nabawi semakin tampak dekat. Di salah satu pintu yang  ditutup berlapiskan warna keemasan dan berukirkan  nama Allah SWT  dan Muhammad SAW. Para jamaah shalat dari berbagai negara  dan kami berempat menuju pintu-pintu yang terbuka lebar. Setiap pintu di jaga sangat ketat  oleh beberapa petugas masjid yang  berpakaian dan bercadar serba hitam. Mereka melaksanakan tugas  dengan memeriksa isi kantong tas milik  setiap jamaah yang melewati pintu-pintu masjid. Setiap isi kantong tas dan kantong alas kaki diperiksa dan diraba. Kamera dilarang untuk di bawa masuk ke dalam masjid, tapi herannya, handphone boleh dibawa masuk padahal handphone atau smartphone.juga terdapat fungsi kamera. Celakanya, di dalam kantong tas saya ada handycam terbalut sajadah tebal.  Petugas-petugas perempuan itu bisa saja menolak saya masuk dengan handycam di dalam tas. Tangan-tangan perempuan itu meraba-raba isi dalam tas, lalu  menariknya lagi,  dan mempersilahkan saya masuk. Alhamdulillah, artinya handycam di dalam tas tidak ketahuan.  Tapi kawan satu kamar kami sempat ditolak masuk patugas karena digital cameranya tertangkap petugas wanita, terpaksa dia saya tarik keluar antrian masuk dan menyembunyikan kamera ke dalam tempat yang lebih dalam di dalam kantong tas. Saya pikir lebih baik begitu, dari pada kami harus kembali ke maktab hanya untuk meletakkan kamera. Alhamdulillah ibu itu akhirnya lolos pemeriksaan juga.
       Begitu memasuki masjid Nabawi, terhampar luas karpet-karpet indah berwarna merah tua. Ribuan pilar bergaya khas Nabawi berjejer di sepanjang ruangan seolah pintu-pintu pilar tersebut tiada berujung. Maka tidak lah heran, bahwa keindahan gaya arsitektur Masjid Nabawi sampai dibawa ke Turki hingga ke Masjid Cordoba yang ada di Spanyol.  Shaf shalat wanita di seberang pintu sudah penuh, maka kami mencari di shaf  agak kedepan. Kondisinya pun hampir sama, shaf sudah penuh. Terpaksa kami berempat menyelinap  di antara shaf orang-orang asing. Kebanyakan usia jamaah adalah 50 tahun ke atas, termasuk di depan kami jamaah wanita asal Indonesia yang sudah berumur.  Rak-rak berisi  Mushab Alquran  tersedia di setiap sudut dan tiang-tiang penyangga Masjid, membebaskan siapa saja yang ingin mengaji. Tips, saya untuk para calon jama’ah,  tidak perlu  repot-repot membawa mushab Alquran dari maktab, karena Mushab  sudah tersedia lengkap di dalam masjid. Kecuali kalau tidak kebagian shaf di dalam Masjid dan terpaksa mengharuskan anda mengambil shaf di pelataran Masjid, maka anda harus menyiapkan mushab sendiri. Selain itu, anda tidak perlu repot-repot membawa botol minum dari maktab, karena sama seperti Mushab Alqur’an, Pihak Masjid telah menyediakan galon-galon besar berisikan air zamzam  di dalam Masjid lengkap dengan cup minum. Bahkan di pelataran masjid, tersedia keran-keran  air zamzam dan cup minum untuk siapa saja yang membutuhkan minum, sehingga tidak perlu membawa botol  minum sendiri. Para jama’ah juga bebas membawa air zamzam ke dalam botol untuk di bawa pulang ke maktab. 
      Tips lainnya, sebaiknya tidak membawa tas besar, apalagi kantong belanjaan ke dalam masjid, karena pasti anda akan dilarang masuk oleh petugas.  Apabila anda membawa kantong besar belanjaan, sebaiknya bawa pulang belanjaan anda terlebih dahulu ke  maktab masing-masing, baru setelahnya kembali ke Masjid. 
Pilar-pilar masjid Nabawi 


Di antara pilar-pilar yang cantik
Kran air zamzam di pelataran masjid Nabawi

          Masjid Nabawi bukan hanya masjid yang menonjolkan keindahannya, tapi juga tekhnologi yang tinggi. Contohnya seperti Kubah dan payung di pelataran.  Kubah yang tampak menawan dari luar tidak hanya memiliki fungsi sebagai keindahan. Kubah itu ternyata berfungsi juga sebagai pengatur sirkulasi udara di dalam Masjid.  Pada jam-jam tertentu, beberapa kubah akan terbuka beberapa saat secara otomatis, kemudian akan menutup kembali. Buka dan tutup kubah tersebut menjadi perhatian dan daya tarik tersendiri bagi para jama’ah yang berada hanya di dalam Masjid. Begitu Kubah tiba-tiba terbuka perlahan, suara gemuruh tanda kagum dari para jamaah terdengar pelan.  Saya pun baru tahu ada pemandangan menarik melihat terbukanya kubah tersebut  pada hari terakhir berada di Madinah. Selain berfungsi sebagai keindahan, buka-tutup puluhan payung raksasa yang berada di pelataran berfungsi sebagai pelindung dari panas dan cuaca bagi para jama’ah yang berada di pelataran, Sebagian batang tubuh payung tersebut dipasang AC yang secara otomatis pula memancarkan hawa dingin pada musing panas. Tidak bosan-bosannya kami berfoto selfie di antara payung-payung yang sedang mekar di setiap sudut dan bagian pelataran. Seolah di setiap sudut dan bagian pelataran memiliki fokus pemandangan yang berbeda, padahal model payungnya ya sama saja. 


Payung Raksasa  Masjid Nabawi

Payung Raksasa  Masjid Nabawi

Mejeng di antara Payung Raksasa  Masjid Nabawi

Payung Raksasa  Masjid Nabawi


           Untuk mengambil wudhu atau buang hajat ketika sedang berada di Masjid Nabawi, sedikitnya ada 14 tempat atau posisi toilet di pelataran Masjid menyebar di depan 24 pintu bagian Masjid. Ada petunjuk dan gambar yang  jelas, antara Toilet wanita dan toilet pria. Toilet di bangun di ground floor supaya tidak mengganggu pemandangan dan menyebarkan bau. Ada tangga dan eskalator untuk menuju toilet ground floor 1 dan ground floor 2, serasa bagai mau pergi ke pertokoan saja.  Toiletnya sangat bersih dan selalu ada petugas kebersihan yang berjaga di sana, sehingga para jama’ah merasa nyaman saat menggunakannya.
         Jika sebelum Azan, kita masih berada di maktab, maka jangan harap bisa mendapatkan shaf di dalam Masjid, terpaksa harus menjadi bagian shaf di pelataran yang sangat sejuk disertai angin yang kencang ketika musim dingin. Maka, saran saya jika anda berencana umrah di bulan Desember sampai April, sebaiknya persiapkan jaket yang tebal untuk dikenakan.          
(Bersambung di  Perjalanan spiritual: Rafidhah/ Makam Nabi)