Sabtu, 18 Juli 2020

Corona telah merubahku dan merubahmu

    Haloo...readers, saya harap kalian semua masih baik-baik saja sekarang dan masih menunggu-nunggu postingan saya yang mati suri ini, heheh. Saya baik-baik saja kok, terimakasih sudah mengkhawatirkan saya. 

  Baiklah, tanpa berpanjang-panjang ria, langsung saja yuk kita mulai menelusuri rekam jejak pemikiran saya. 

   Sejak pandemi korona ditetapkan dan diumumkan oleh Pemerintah Indonesia mulai pertengahan Maret sebagai wabah nasional, peraturan dan gaya hidup masyarakat Indonesia telah berangsur berubah cepat. Terlebih lagi sejak diberlakukan new normal. Semua gaya atau metode lama berangsur- anggsur menjelma jadi gaya atau metode baru. Sebenarnya semuanya bukanlah metode baru.  Semua metode yang dipikir baru itu sudah diperkenalkan jauh waktu sebelumnya. Namun baru akhir-akhir ini mulai dimanfaatkan secara massive karena kondisi wabah begini, membuat semua lapisan masyarakat, suka tidak suka, siap tidak siap, mampu tidak mampu harus menerapkan metode baru dan membuang metode lama. Terutama kita dan mereka yang berkecimpung dalam pekerjaan dengan mobilitas besar, dan sosialisasi yang luas. 
    
    Rapat-rapat besar, dan pertemuan-pertemuan kecil dilakukan tanpa tatap muka langsung. Semua digeser dengan pertemuan online via webcam. Sekolah-sekolah ditutup sementara guna mencegah penyebaran corona. Kegiatan pembelajaran sementara ini total dilakukan via online (daring)  dari rumah masing-masing. Para bapak- bapak dan emak-emak dipaksa untuk melek teknologi, bekerjasama dengan para pendidik untuk memantau kegiatan belajar putra-putri mereka lewat aplikasi yang lebih kompleks di atas level whatsapp, facebook dimana kedua aplikasi tersebut notabene hanya menjadi media untuk pamer, selfi  dan curhatan para orang tua muda. Kini mereka ditantang juga untuk menggunakan google class room, zoom, quizizi dan aplikasi sekelas lainnya guna menunjang pembelajaran putra- putri mereka di rumah masing-masing tanpa pandang latar belakang sosial, pedesaan maupun perkotaan. Tak kalah besarnya  tanggung jawab para pendidik terutama yang masa pengabdiannya hampir paripurna, mereka dituntut untuk menguasai aplikasi pembelajaran non bayar tersebut, sehingga para pendidik yang gagap teknologi tersebut hampir-hampir setress dibuatnya. Tak kalah setressnya dengan orang tua yang ternyata tak lebih baik tanggap teknologinya, ditambah lagi kewalahan dalam memantau anak-anak mereka sendiri. Pada akhirnya, dengan menggunakan aplikasi tersebut, para orang tua mulai merefleksi kekurangan diri mereka, mulai belajar menghargai peranan penting pendidik di sekolah, dan mulai menyadari bahwa peranan orang tua adalah sebagai faktor penentu akhlak anak. 
 
     Selain perubahan drastis dari hal di atas, aktivitas  bisnis berangsur berubah menjadi bisnis online perantara smartphone saja. Antar jemput order cukup dengan klik sana klik sini saja. Perut lapar, mau ayam goreng, tinggal klik order via grabfood, go food. Mau baju baru, cukup pesan lewat shopee, tokopedia, lazada dll. Isi story emak-emak di whatsapp dari selfi berubah serempak jadi barang-barang dagangan online. Tak perlu smartphone yang mahal, asalkan android berkamera saja, maka semua hajat akan terpenuhi. Kantong doraemon kalah pamor dengan smartphone android kalau begini caranya.

    Wah dunia serasa dalam genggaman tangan  jika kita punya uang yang cukup untum transaksi online. Namun uang saja ternyata tidak cukup jika tanpa didukung oleh kuota internet/ wifi. Sebab internet adalah jaringan yang menghubungkan jutaan umat manusia seperti yang sudah diketahui. Kemudian kedua hal itu juga tidak mungkin terlaksana jika smartphone kita tiba-tiba habis baterai. Ketika tiba-tiba  baterai smartphone kita habis, ada sebagian orang  berpikir bahwa dunia tiba-tiba berhenti berputar, mati gaya, dilanda gundah gulana, kebingungan.  Tiket pesawat, tiket konser K-pop urung dipesan karena smarphone mati. Maka tamatlah dunia.

     Dengan penguasaan teknologi ini, maka apa yang ingin kita lakukan terasa  jadi lebih mudah untuk terlaksana. Ide-ide kita dan perilaku kita lewat sosial media mungkin bisa jadi trend, tuntunan netizen, bahkan digunakan untuk mempengaruhi dunia, menguasai dunia. Semua bermula dari apa? Tentu sebagian karena sisi lain dari dampak corona. seperti kata plankton, "RULE THE WORLD (menguasai dunia)"  hanya dengan  1 sentuhan jarimu. Jika penjajah VOC pada zaman kolonialisasi dulu memiliki slogan mautnya " vini, vidi, vici", maka di era  modernisasi sekarang, kata kunci yang sesuai untuk menaklukan dunia adalah : " money, internet, battery ( baterai smartphone yang terisi penuh)".