Apakah
agama di Jepang? Adakah ada orang Jepang yang beragama Islam? . Dua pertanyaan
tersebut sering sekali keluar dari masyarakat yang masih awam tentang Jepang.
Sebagian Besar penduduk Jepang adalah
beragama Shinto atau Budha, bukan konghuchu atau hindu. Namun Meski mereka
beragama Shinto atau Budha, Masyarakat Jepang lebih memandang bahwa Agama lebih
dekat pada budaya dan tradisi. Sehingga ketika perayaan Natal tiba, mereka turut serta memeriahkannya meski
tidak mengunjungi gereja pada malam misa.
Perayaan-perayaan Kristen meski
diterima baik oleh masyarakat Jepang, mereka serta-merta tidak lantas memeluk
agama Kristen. Sehingga, bagi mereka agama adalah suatu budaya, bukan sebagai
pedoman hidup. Setelah Perang dunia II, bermunculan trend di mana semakin
banyak pemuda-pemudi Jepang yang melangsungkan
pernikahan di Gereja dengan tata cara Kristen, namun ketika mereka
meniggal, Jasad mereka diupacarakan
menurut tata cara agama Budha sesuai wasiat.
Bagai mana Islam di Jepang? Apakah
Islam adalah agama yang populer seperti Kristen di Jepang?. Islam merupakan agama baru yang masuk ke
Jepang. Islam tidak populer. Hal tersebut dikarenakan Islam sendiri tidak
mengenal perayaan-perayaan, pesta-pesta, ritual-ritual seperti pada agama lain.
Bahkan tidak sedikit masyarakat Jepang yang sama sekali buta dengan Islam. Apa
itu Islam?, apa itu Masjid? Mengapa
perempuan harus membungkus kepala dan seluruh tubuhnya?.
Hanya ada sedikit sekali catatan yang
merekam sejarah masuknya Islam di Jepang. Awal mula Agama Islam masuk ke
Jepang diperkirakan bersamaan dengan masuknya Agama Kristen
sekitar tahun 1877 pada zaman Restorai
Meiji.
Pada tahun 1890 terjadi peristiwa
karamnya kapal Ertugrul milik kerajaan Ottoman Turki di perairan Jepang yang
mengakibatkan korban tewas dalam jumlah yang sangat besar. Penduduk Jepang
menolong para korban yang selamat dan mengadakan upacara pengormatan arwah yang
meninggal. Kemudian para korban selamat dipulangkan ke turki berkat bantuan
Pemerintah dan warga Jepang saat itu, Sehingga peristiwa karamnya kapal
Ertugrul tersebut menjadi tonggak hubungan Jepang-Turki, khususnya kontak
Islam. Pada tahun 1955 ulama-ulama dari Pakistan datang ke Jepang untuk menyi’arkan
Islam sehingga Islam lebih dikenal luas. Tercatat pada tahun 1905 bahwa orang
Jepang yang pertamakali memeluk Islam adalah Mitsutaro takaoka, kemudian ia
mengganti namanya menjadi Omar Yamaoka, sekaligus oarang Jepang pertama yang
pergi berhajji. Namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Torajiro Yamada
merupakan orang Jepang pertamayang memeluk Islam sekembalinya dari Turkii.
Pada tahun 1935 tercatat sebagai
sejarah Masjid pertama yang didirikan di Jepang, tepatnya di kota Kobe.
Kemudian Masjid di Tokyo pada tahun 1938. Lantas, berapakah jumlah masjid yang
ada di Jepang?. Baru ditemukan 60 Mesjid yang tersebar di seantero Jepang! Dan insya Allah akan terus berkembang. Berbicara mengenai tampilan masjid di Jepang,
jangan bayangkan seperti masjid-masjid kokoh yang ada di Indonesia, Kubah besar
lengkap dengan corong pengeras suara atau seuah bedug. Di Jepang, bangunan
masjid didirikan berkat iuran rutin warga muslim dan ikatan muslim setempat.
Mereka menyewa suatu ruangan atau gedung di perkantoran kemudian menyulapnya menjadi Mushola atau
Masjid kecil, tanpa hiasan kubah atau corong pengeras suara seperti yang pernah
saya jumpai di kawasan sibuk Sibuya. Karena untuk menghindari kebisingan suara
yang dikhawatirkan akan mengundang protes dari penduduk sekitar, maka suara
Azan dan bacaan sholat serta bacaan alquran, ceramah lainnya tidak boleh
menggunakan pengeras, demikian peraturan dari Pemerintah Jepang. Namun bukan berarti tidak ada bangunan Masjid
yang megah di Jepang. Tokyo Cami merupakan salah satu masjid megah yang bisa
ditemui. Tentunya sulit menemukan Masjid di Jepang, terutama daerah-daerah yang
bukan kota besar seperti tokyo. Ketika
Ramadan dan 1 Syawal berlangsung pada musim Gugur dan musim dingin, warga
Indonesia yang tinggal di Prefektur Chiba harus berjuang berangkat menuju SRIT
(Sekolah Republik Indonesia Tokyo yang berada di Meguro dekat dari Kedutaan
besar RI) sebelum pukul 5 Pagi dengan Kereta Express untuk melaksanakan Sholat
Iedul fitr atau Iedul Adha. Karena Hari besar islam tidak dikenal di Jepang,
maka apabila 2 hari besar tersebut tidak jatuh pada hari sabtu atau minggu,
banyak warga Indonesia, khususnya pekerja dan Pelajar tidak bisa
melaksanakannya karena harus mengikuti kuliah atau bekerja. Kecuali bila mereka
meminta dan diberi izin khusus dari kampus atau tempat bekerja. Barulah mereka
bisa berangkat ke Masjid, bukan kelapangan seperti di Indonesia atau
negara-negara Islam.
Muslim
dan muslimah yang berada di Kampus terpaksa menunaikan kewajiban sholat 5 waktu
dengan mencari ruang-ruang kelas yang kosong. Bagi Muslim yang berkewajiban menunaikan sholat
Jum’at harus mendaftarkan ruang di
kampus untuk digunakan sholat Jum’at setiap minggunya. Sedangkan di luar ruang
tempat diselenggarakan sholat Jum’at tersebut, para mahasiswa Jepang atau asing
yang bukan muslim sudah bersiap mengantri untuk menggunakan ruang tersebut.
Pemandangan yang sangat menarik.
Masjod Otsuka, Tokyo |
Masjid Asakusa, Tokyo |
Masjid Tokyo Camii |
Belum ada angka akurat yang bisa memberikan data jumlah populasi Muslim
di Jepang dengan pasti. Namun dari beberapa sumber, tercatat bahwa populasi
muslim baru kira-kira 0,095 % dari total populasi Jepang. Menurut
perkiraan dari Islamic Center Jepang menyebutkan jumlah penduduk muslim di
negara tersebut adalah sekitar 200.000 orang. Sebagian besar dari mereka
berkewarganegaraan dari Turki, negara Arab, India, Pakistan dan asia tenggara
dan dengan profesi beragam, namun umumnya adalah pelajar, pekerja magang,
bisnis dan staf kedutaan. Yang menarik, jumlah terbesar justru berasal dari
Indonesia yaitu sekitar sekitar 20.000 orang. Dan belum ada data akurat mengenai
jumlah penduduk Jepang yang beragama Islam.
Tinggal di Jepang yang merupakan negara
dengan tingkat toleransi beragama yang cukup tinggi bukan berarti tidak
menemukan permasalahan. Sangat
sedikitnya restoran atau toko makanan
halal menjadikan kendala yang unik. Muslim harus ekstra berhati-hati
dalam memilih makanan halal. Pengalaman mengajarkan bahwa butuh kesabaran untuk mendapatkan
daging halal yang dibeli di toko halal sehingga pada akhirnya bisa menyantap
daging. Mendapatkan daging halal jadi merupakan barang yang agak langka dan
agak mahal. Meski demikian, seafood yang
notabene tergolong halal food sangat mudah ditemukan di setiap super market
dengan harga yang relatif terjangkau.
Para muslimah bebas mengenakan hijab di
Jepang tanpa harus merasa waswas dimusuhi dan diinterogasi, meskipun ada
beberapa orang Jepang yang melirik.
Mungkin Hijaber adalah mahluk yang aneh bagi mereka. Tapi tidak jarang pula
ketika tengah berada di dalam kereta ada beberapa warga yang tamah mendekat dan
penasaran bertanya-tanya tentang hijab.
Sungguh, ketika kita berada di suatu
tempat, daerah, negara dimana Islam merupakan minoritas, keimanan kita sebagai
muslim benar-benar diuji. Semoga Ikhlas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar